Saturday, May 18, 2013

Abdullah bin Saba' dan Revolusi Iran


Abdullah bin Saba' dan Revolusi Iran


Abdullah bin Saba' asalnya seorang Yahudi dari San'a (ibu kota Yaman), ibunya seorang wanita kulit hitam. Ia masuk Islam pada masa kekhalifahan Ustman radiyallahu ‘anhu.  Orang ini menaruh dendam terhadap Islam karena berhasil melenyapkan kekuasaan dan mengusir bangsa Yahudi dari Tanah Arab. Ia hidup berpindah-pindah tempat dari Hijaz, kemudian ke Basra, lalu ke Kufah, lalu ke Syam. Di setiap tempat yang ia kunjungi ia selalu berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Namun karena tidak mendapat tanggapan dari kaum muslimin disana. Lalu ia pergi ke Mesir. Disana beliau banyak mendapatkan pengikut dan mengajarkan ajaran “inkarnasi”beliau mengatakan kepada masyarakat; ” Saya sungguh heran dengan orang yang mengatakan bahwa kelak Isa akan kembali lagi, sedang mereka tidak percaya akan kembalinya Ali dikemudian hari.... Ali lah yang lebih patut untuk kembali ke dunia ini dari pada Isa...”

Pengikut-pengikut Abdullah bin Saba' mengatakan bahwa inkarnasinya Ali adalah bagian dari ketuhanan Ali radiyallahu ‘anhu. Mereka percaya bahwa Ali radiyallahu ‘anhu tidak mati karena mengandung ketuhanan. Ali radiyallahu ‘anhu lah yang membawa awan, petir adalah suara Ali radiyallahu ‘anhu, dan kilat adalah alamatnya...

Adullah bin Saba' juga menyiarkan fitnah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal, para shahabat kembali menjadi kafir kecuali tiga orang, kaum muslimin sepakat untuk menyingkirkan Ali radiyallahu ‘anhu dengan mengangkat Abu Bakar, kemudian Umar, Kemudian Ustman sebagai khalifah. Dia menuduh para shahabat telah merebut kekuasaan dari tangan Ali radiyallahu ‘anhu dan anak-anaknya.

BAGAIMANAKAH SIKAP ALI TERHADAP PENGIKUT SABA'IYAH INI

Amirul Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu ketika mendengar perkataan Abdullah bin Saba' ini tentang dirinya sangat marah, lalu ia memanggil Abdullah bin Saba'. Abdullah bin Saba' mengaku dengan mengatakan; ”Benar, engkau adalah Allah.” Amirul Mukminin berkata, “Kamu sudah dikuasai syetan. Tinggalkanlah ajaranmu dan bertaubatlah wahai orang yang celaka.”

Setelah itu Ali radiyallahu ‘anhu memerintahkan agar Abdullah bin Saba' untuk dibakar, namun kaum Rafidhah (Syi'ah) bersatu dalam menolak keputusan Ali dan mengatakan agar Abdullah bin Saba' dibuang saja. Karena suhu politik pada masa itu masih kacau, Abdullah bin Saba' diasingkan ke Mada'in dan diperintahkan untuk tidak menyiarkan ajarannya. Setelah itu Amirul Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu mengambil tindakan keras terhadap orang yang masih menyiarkan ajaran Saba'iyah ini. Sebagian dari mereka ada yang diusir, sebagian lagi ada yang dibunuh dengan pedang atau dengan dibakar hidup-hidup.

Dihadapan pengikutnya Amirul Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu menerangkan bahwa ia hanyalah seorang hamba Allah yang taat kepada Tuhannya.

Maka barangsiapa yang diketahui mereka adalah pengikut Saba'iyah maka mereka akan dijatuhi dengan hukuman bakar.  Dalam khotbahnya Imam Ali berkata, “Mengapa ada orang-orang yang memperkatakan terhadap dua orang pemuka Quraisy dan bapak kaum Muslimin, hal-hal yang saya sendiri jauh dari pandangan serta berlepas diri dari

apa yang mereka katakan, dan aku akan menghukum orang yang memperkatakannya. Demi Allah yang menumbuhkan biji dan menciptakan jiwa, tidak mencintai mereka kecuali orang mukmin yang takwa, dan tidak membenci mereka kecuali orang durhaka dan rendah moral ...”

Berhubung dengan sikap Ali radiyallahu ‘anhu yang keras terhadapgolongan Saba'iyah ini, maka para pengikut Saba'iyah terpaksa menyembunyikan keyakinan mereka, dan mulailah mereka menyiarkan ajaran mereka dengan cara sembunyi-sembunyi dengan memakai kedok “At-Taqiyah”

Namun setelah Ali radiyallahu ‘anhu terbunuh oleh Abdurrahman Al Muljam, maka Abdullah bin saba' keluar dari Madain dan mulai menyebarkan ajarannya bahkan mereka menambah kesesatannya dengan mengatakan bahwa Ali tidak mati dan tidak dibunuh. Ia tidak akan mati sehingga ia menggiring bangsa Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya penuh dengan kezaliman.”

Syi’ah Sekarang

Revolusi Iran adalah revolusi Syi'ah. Dan kefanatikan kepada Imam mereka tidak dapat dilukiskan, mereka telah menuliskannya dalam buku-buku mereka dan menyiarkannya ke seluruh dunia tanpa tedeng aling. Khomeini mengatakan ke seluruh dunia bahwa imam-imam Syi'ah adalah sederajat dengan Allah yang Maha Pencipta. Dalam bukunya “Al-Hukumah Islamiyah”, ia menulis: Ajaran-ajaran Imam Itu seperti ajaran Al-Qur'an, harus kita ikuti dan kita jalankan... Imam itu mempunyai derajat yang tinggi, kedudukan yang terpuji, kekuasaan alamiyah yang kepadanya semua atom dunia ini tunduk... Imam-imam Syi'ah adalah tuhan-tuhan yang memiliki sifat-sifat Tuhan, yang tidak ngantuk dan tidak tidur”

Lebih dari seribu ulama telah menjatuhkan hukuman murtad dan kafir kepada kepada Khomaini ini pada Muktamar Islam ke Tiga yang diadakan oleh Rabithah Alam Islami di Mekkah Tanggal 18–22 Safar 1408 H. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga sependapat dengan Ijma' tersebut, karena Khomeini telah menentang nash-nash Al-Qur'an yang jelas.

Revolusi Iran=========
Revolusi Iran telah menyilaukan banyak kaum muslimin di dunia. Sebab banyak  generasi Islam yang tidak memahami inti dan tujuan dari revolusi ini. Agama Syi’ah adalah satu-satunya agama di dunia yang mewajibkan pengikutnya agar merahasiakan keyakinan mereka, mengikuti para Imam Syi’ah, dan menasehatkan agar inti ajaran ini disembunyikan.

 Telah banyak diantara kita yang tertipu, ketika melihat mereka shalat, mengucapkan dua kalimat syahadat, melawan Amerika, dan lain-lain. Tanpa pernah meneliti sumber-sumber ajaran mereka. Disaat kaum muslimin memberikan simpati kepada Syi’ah ini. Di negeri mereka (Iran dan Irak) para ulama mereka menfatwakan kewajiban untuk membunuh kaum muslimin ahlus sunnah.


 Disaat kaum muslimin mendemo Amerika untuk mendukung Iran, wanita Muslimah di Irak mereka bunuh di tengah perkampungan, dan mesjid kaum sunni mereka robohkan.  Inikah balasan dari simpati yang kita berikan, kaum seperti inikah yang akan kita jadikan saudara? Dan agama seperti inikah yang akan kita bela? Seperti apakah agama ini sebenarnya? Insya Allah kami akan membagi tulisan ini dalam dua kali terbit.


 Yang pertama adalah sejarah awal berdirinya agama Syi’ah dan yang kedua adalah prinsip-prinsip dasar yang membedakan antara ahlisunnah dan Syi’ah.


 Semenjak hari pertama Rasulullah berdakwah kepada Allah, kaum musyrikin menentang agama Islam memfitnah dan membunuh para pengikutnya. Permusuhan ini telah berlangsung dan akan berlangsung sepanjang sejarah, sampai hari kiamat.


 Sebagaimana firman Allah Ta’ala:


 “Mereka akan tetap memerangi kamu, sehingga mereka menarik kembali kamu dari agama kamu, seandainya mereka dapat melakukan.” (Qs. Al-Baqarah 2: 217)


Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal, agama Islam telah tersebar luas di semenanjung Arab. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radiyallahu ‘anhum, berkali-kali terjadi perluasan daerah. Dan umat Islam dapat mengalahkan dua negara adikuasa pada saat itu yaitu kerajaan Persia dan Romawi.  Masih pada jaman pemerintahan Umar bin Khatab, satu demi satu benteng-benteng di Persia jatuh. Dimulai dari “Hurmuzan” (salah seorang pembesar Persia) yang pura-pura masuk Islam setelah kekalahan Persia, lalu diikuti oleh orang-orang Iran lainnya. Mereka pura-pura masuk Islam tetapi menyimpan tipu daya dan rencana jahat mereka. Tindakan balas dendam pertama mereka adalah membunuh Umar bin Khatab radiyallahu ‘anhu. Mengapa? Karena Umar radiyallahu ‘anhu lah khalifah yang pertama kali mematikan api agama Majusi, menghapus agama mereka dan menghilangkan kebanggaan mereka. Tentu saja bersama Orang Persia Ikut pula orang-

orang Yahudi dan Nasrani karena Umar radiyallahu ‘anhu lah manusia yang telah mengusir oang Yahudi terakhir dari Arabia dan ia pula yang telah membebaskan negeri Syria dari kezaliman orang-orang Romawi yang Nashrani.

Dan pada hari Umar radiyallahu ‘anhu terbunuh, Abdurrahman bin Abu Bakar melihat Abu Lu’lu’ah, Hurmuzan dan Jufainah saling berbisik-bisik. Ketika mereka melihat Abdurrahman, jatuhlah sebilah senjata tajam bermata dua dari balik jubah salah seorang mereka. Dan telah tertulis dalam sejarah kalau yang membunuh Umar adalah Abu Lu’lu'ah.

Rasa permusuhan orang Iran kepada Umar radiyallahu ‘anhu tetap hidup walaupun beliau sudah meninggal, mereka menjadikan cacian dan makian terhadap Umar radiyallahu ‘anhu  sebagai ibadah terbesar kepada Allah, bahkan menganggap hari terbunuhnya Umar sebagai hari raya, hari kebanggaan, hari penghormatan, hari zakat. Bahkan mereka memanggil pembunuh Umar radiyallahu ‘anhu dengan panggilan Baba Syuja'uddin (Bapak Pembela Agama).

Dan ketika umat Islam menaklukkan Iran, mereka mengawinkan Husein bin Ali dengan putri raja Iran yang bernama Jazdajrij yang datang bersama tawanan-tawanan. Perkawinan tersebut menjadi sebab mengapa orang Iran bersikap fanatik terhadap Husein, tetapi tidak terhadap Hasan, yakni karena anak Husein dari Syahbanu berdarah Iran dari dinasti Sasanid yang dianggap keramat oleh mereka.

Ketika terjadinya kesalah pahaman antara Ali dan Muawiyah radiyallahu ‘anhum, orang-orang Yahudi dan Majusi memakai kesempatan tersebut untuk memecah belah umat I slam dan menimbulkan permusuhan di antara mereka. Dengan memakai intrik kotor ala Yahudi seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba'.

abdkadiralhamid@2013

No comments:

Post a Comment