Monday, May 13, 2013

Thalhah bin Ubaydillah

Thalhah bin Ubaydillah

Thalhah mengikuti Perang Uhud dan menderita luka parah yang luar biasa. Dia menggunakan dirinya menjadi perisai bagi Nabi Muhammad dan mengalihkan panah yang akan menancap diri Rasulullah saw dengan tangannya sehingga semua jari-jarinya terputus. Ia akhirnya meninggal akibat terpanah pada Perang Jamal.





I. Pendahuluan


Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa.
Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana saat itu satu orang bernilai seribu orang.
Sejak awal keislamannya hingga akhir hidupnya ia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Thalhah masuk Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar Assiddiq ra.

II. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat

Dengan disertai Abu Bakar Assiddiq, Thalhah pergi menemui Rasulullah SAW. Setelah berhasil berjumpa dengan Rasulullah SAW, Thalhah mengungkapkan niatnya hendak ikut memeluk Dinul haq, Islam. Maka Rasulullah SAW menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad SAW. Thalhah dan Abu Bakar ra. pun pergi. Tapi di tengah jalan mereka dicegat oleh Nofal bin Khuwalid yang dikenal dengan “Singa Quraisy”, yang terkenal kejam dan bengis. Nofal kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata Thalhah dan Abu Bakar tidak hanya ditangkap saja, mereka diikat dalam satu tambang. Semua itu dilakukan Nofal sebagai siksaan atas keislaman Thalhah.
Oleh karena itulah Thalhah dan Abu Bakar ra. dijuluki “Alqori-nain” atau “dua serangkai”. Dan sesudah masuk Islam Thalhah selalu mendampingi Rasulullah SAW.
Riwayat hidup Thalhah merupakan hembusan angin yang harum dalam rangkaian sejarah yang agung penuh keteladanan. Oleh karena itu alangkah patutnya bila kita menerapkan sejarah lama untuk masa kini dan merintis jalan yang pernah ditempuh pendahulu kita serta beriman sebagaimana mereka beriman, jujur, ikhlas dan setia seperti yang mereka lakukan dan berjihad sebagaimana mereka berjihad.
Nasib agama kita akan membaik bila kita menempuhnya dengan cara yang ditempuh para pendahulu kita, sebagaimana yang Allah firmankan: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qoof : 37)
Thalhah adalah seorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia orang yang kokoh dalam mempertahankan pendirian meskipun ketika di jaman jahiliyah.
Ketika pergi ke Syam ia singgah sebentar di Bushra. Di situ ia mendengar ada seorang pastur yang sedang mencari orang berasal dari Mekah. Mengetahui hal itu maka Thalhah segera mendekati pastur itu. Ternyata pastur itu mempertanyakan seorang lelaki bernama Ahmad bin Abdillah bin Abdul Muthalib di Mekah, karena kini sudah saatnya dia muncul.
Setelah pulang dia bertemu dengan Abu Bakar dan masuk Islam sesudah Utsman bin Affan.
Sewaktu perang Badar, Thalhah tidak ikut bertempur di medan laga karena pada waktu itu ia diberi tugas khusus oleh Rasulullah SAW sebagai pengintai kafilah Quraisy yang tengah menuju daerah Alhaura.


III. Perang Uhud

Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar ra. selalu teringat pada Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah SAW. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: “Lihatlah saudaramu ini.” Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus.
Bagi bangsa Quraisy perang Uhud merupakan tindak balas atas kekalahannya sewaktu perang Badar. Pada awal pertempuran Uhud kaum muslimin telah memperoleh kemenangan. Pasukan kafir Quraisy kocar-kacir dan mundur dari medan perang. Tapi ketika kaum muslimin melihat mereka mundur, para pemanah yang bertugas di bukit menutup jalur belakang segera berlari turun. Mereka kemudian mengumpulkan barang-barang peninggalan musuh. Mereka mengira pertempuran telah berakhir.
Ternyata pasukan musuh menerobos melalui jalur belakang. Pasukan kaum muslimin benar-benar telah lengah sehingga mereka dapat dipukul dari dua arah, maka mendadak mereka menjadi panik dan tak tahu harus berbuat apa. Peristiwa ini akibat dari kesalahan pasukan pemanah yang ditugaskan oleh Rasulullah SAW untuk melindungi pasukan muslimin dari serangan musuh yang berasal dari belakang.
Pertempuran sengitpun terjadilah. Kaum musyrikin benar-benar ingin membalas dendam. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar. Mereka berniat akan membunuh dan memotong-motongnya dengan sadis.
Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat mereka terus mencari Rasulullah SAW. Mereka amat gemas, benci dan penasaran karena sewaktu hijrah ke Madinah, mereka tidak berhasil menemukan Muhammad. Kini, pada saat perang Uhud, mereka dengan dendam membara terus mencarinya. Tetapi kaum muslimin melindungi Rasulullah SAW. Mereka melindungi baginda Rasulullah SAW dengan tubuhnya dan dengan segala daya. Mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah.
Tombak dan panah menghujam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati-hati mereka berucap dengan teguh, “Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau ya Rasulullah.”
Salah satu diantara mujahid yang melindungi nabi SAW dengan tulus ikhlas adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah. Dipeluknya tubuh baginda dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada di tangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya seperti laron yang tidak mempedulikan maut.
Alhamdulillah, Rasulullah selamat. Peristiwa ini merupakan pelajaran dan pengalaman pahit yang tidak terlupakan.
Itulah sekilas uraian tentang keteguhan dan pengorbanan Thalhah melindungi Rasul-Nya. Thalhah memang merupakan seorang pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban membela Nabi SAW. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena Allah telah menganugerahkan kepada dirinya tubuh yang kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama Allah.
Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas.
Alhamdulillah, Rasulullah SAW selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bikit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah seraya berkata, “Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah ibuku.”
Nabi SAW tersenyum dan berkata, “Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh….”. Yang dimaksud Nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan “Burung Elang dari Uhud”.


IV. Ketika Thalhah Hijrah

Pada waktu hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW pergi dengan Abu Bakar ra., sedangkan Ruqayah, putri Rasulullah SAW pergi bersama suaminya, Utsman ra. Adapun Zainab, putri sulung Rasulullah SAW tidak hijrah karena ia menetap di Mekah bersama suaminya Abul Ash ibnu Arrabi yang masih kafir. Adapun Ummu Khaltum dan Fatimah tengah menunggu orang yang akan menemani dan mengawal mereka sehingga bisa selamat sampai di kota Madinah. Dan Thalhah mendapat kehormatan untuk menyertai mereka.
Pengawalan khalifah diserahkan kepada Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid. Kafilah berangkat ke Madinah. Mereka yang ikut serta dalam rombongan itu antara lain Fatimah, Ummu Khaltum dan istri Rasulullah SAW ummul mukminin yaitu Saudah binti Zum’ah dan Ummu Aiman ra.


V. Thalhah yang Dermawan

Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi daratan dan lembah? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah salah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su’da binti Auf.
Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya, dan Thalhah menjawab, “Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan?” Maka istrinya berkata, “Uang yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin.” Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeser pun.
Assaib bin Zaid pun berkata tentang Thalhah. Katanya, “Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya.”
Jabir bin Abdullah pun bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dati Thalhah walaupun tanpa diminta.”
Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.

VI. Wafatnya Thalhah

Sewaktu terjadi pertempuran “Al Jamal”, Thalhah bertemu dengan Ali ra. Ali memperingatkannya agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam, ia wafat.
Thalhah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra.
Rasulullah SAW pernah berkata pada para sahabat ra. “Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah.”
Hal ini juga dikatakan Allah dalam firman-Nya: “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (QS. Al Ahzab : 23)


2013@abdkadiralhamid

No comments:

Post a Comment